Postingan

Prasangka

            Apa kabar kamu disana? Tidakkah kau tersiksa atas semua kesalahan yang telah kau perbuat? Atau kau malah menikmati setiap baris peristiwa yang terekam dalam suasana ketidakpedulianmu?  Rupanya kau begitu naif , atau lebih tepat kalau dibilang licik?             Ingatkah kau? Tatkala kau menempatkan diriku di situasi yang memojokkanku? Kau memaksaku tuk trus berusaha menggali kepedihan, kesedihan, di atas kebahagiaan diri yang tersembunyi oleh kabut pengharapan.  Bukankah, telah kuterbangkan dirimu menuju batas tertinggi dengan sayap-sayap harapanku, yang sebenarnya tanpa kusadari mulai lenyap helai demi helainya. Serta kepakannya, yang lambat laun semakin tak berirama seiring dengan besarnya keputusasaan?             Telah kusampaikan dirimu kepada puncak kebahagiaan yang dapat kuciptakan, melampaui ego serta ketamakan, melampaui hasrat duniaku sendiri. Tapi yang terjadi tak semanis ekspektasi yang kuciptakan, yang terbayangkan olehku. Bahkan kau memberontak, seakan-ak

Kesaksian

        Aku bingung, mengapa kita selalu berusaha tuk mengais-ngais kepedihan  sementara kita di hadapkan dengan kebahagiaan berkepanjangan yang tak berujung? Aneh ya? dengan adanya begitu banyak pilihan yang menguntungkan, malah memilih yang meruntukkan.      Meringis, menahan perih derita yang datang dan tak mungkin tuk terelakan, memohon, merana, atas sebab derita yang berakar pada kesalahan diri sendiri. Hanya berpendapat, tak pernah berusaha tuk mewujudkan.      Adakah kenyamanan itu? atau hanya seputar bayang-bayang?  Menyelam dalam kesunyian yang menyesakkan.             Dalam kesendirian aku berjalan, terjebak dan terhanyutkan oleh masa lalu yang memberiku kenangan. Tak terhitung begitu banyak pengorbanan yang telah kucurahkan, sebagai balasannya, hanyalah pengkhianatan yang ia berikan.      Disini, di kota kenangan... Aku terjebak dengan perasaan ku kepadanya, tak pernah sekalipun bayang-bayangnya menghilang dari pelupuk mataku.      Aku terjerembap, dalam keputusas

Sejuta Kesan

            Jatuh, bangun, tenggelam, bangkit, hilang, kembali.... Sebuah kesan yang meninggalkan sejuta keajaiban.                            Terjatuh bukan untuk terjerembap dalam kubangan lumpur permasalahan, tapi untuk bangun, menyeka luka serta kembali berlari dalam jalur kebahagiaan yang jalurnya telah tercipta perlahan-lahan dan di perkuat oleh pondasi kesederhanaan serta kepercayaan.             Tenggelam bukan tuk terjebak dalam kegelapan akan kesunyian, yang perlahan dapat memangsa kesetiaan. Tapi sesugguhnya, agar dirimu dapat bangkit tuk mencapai permukaan yang terselimuti cahaya kejujuran tanpa adanya buih-buih kenaifan.             Menghilang bukan berarti kamu harus putus asa dari kata menemukan, melainkan sebagai alasan tuk menemukan, sebagai tujuan untuk kembali, sebagai bukti perjuangan. kembalilah...               

Alasan

        Apa pendapatmu tentang orang orang yang selalu memakai topeng di setiap detail kehidupannya? Sangat menyedihkan bukan? Selalu berusaha tampil seperti orang lain dihadapan orang yang tentunya bukan orang lain lagi di dalam kehidupannya.         Berusaha menerka-nerka tentang segala hal seakan-akan mereka selalu dapat mengatasinya atau bahkan bisa mengetahui asal muasalnya. Memang, bukanlah suatu kesalahan ketika kita berusaha menjadi yang terbaik di setiap keadaan. Terdesak maupun tidak, kebanyakan orang selalu mengambil pilihan yang seperti itu adanya.        Bukankah kita yang seperti itu bagaikan seseorang yang sangat-sangat bodoh? Terjebak dalam lingkaran setan yang keberadaannya hanya terdapat di dalam benak kita atau bahkan hanyalah ilusi belaka, yang menjebak serta mengekang.

Kebohongan

           Wahai, kau yang menerbangkan diriku di strata tertinggi serta menyisakan kepedihan atas masa lalu yang tak terperi. Tak bisakah kau menghilang dan membiarkan diriku berjalan di muka bumi bertemankan kelapangan yang menyejukan serta tak pernah membuat diriku menyesal sedikitpun?           Tikaman demi tikaman yang kau tujukan padaku dahulu membuat diriku tersadar bahwa kita sekalipun takkan selalu bisa mengharapkan ekspektasi berkepanjangan dalam kesadaran kita. karena, sesungguhnya ia bagaikan candu yang menjerat serta menjebak kesadaran agar tak pernah dapat menjadi sebuah kenyataan.            Kita, yang terjebak dalam rutinitas yang menjerat, mencabik-cabik, serta melenyapkan kebebasan yang terlalu jauh tuk dapat kita raih di dalam dunia yang penuh dengan keegoisan serta kebohongan ini.             Sebuah pemikiran yang menjerat lagi memicu sebuah respon alam bawah sadar yang terhalangi ego. Kita, terlalu bodoh untuk dapat menyadari sebuah konsekuensi yang selalu ad